oleh

PT Tiran Didenda oleh KLHK,Dugaan Pembukaan Lahan Hutan Produksi di Konawe Utara

-Sultra-597 views

SULTRAONE.com.Konut – PT Tiran Indonesia, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara, terjerat sanksi denda administratif berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sanksi ini dijatuhkan menyusul temuan pembukaan lahan di kawasan hutan produksi (HP) seluas 126,54 hektar tanpa izin yang sah.

Berdasarkan Keputusan Menteri LHK Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023, PT Tiran masuk dalam daftar 890 perusahaan yang diwajibkan membayar denda administratif. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menertibkan kegiatan usaha yang telah berjalan di kawasan hutan tanpa perizinan kehutanan, sesuai dengan skema penyelesaian yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Mekanisme Sanksi Berdasarkan UU Cipta Kerja

Keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum MenLHK, Supardi, menyebutkan secara spesifik pelanggaran yang dilakukan PT Tiran. Perusahaan yang tercantum dalam nomor urut 25 ini dinilai melanggar Pasal 110B UU Cipta Kerja. Pasal ini memberikan dasar hukum bagi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelanggaran yang dilakukan di kawasan hutan sebelum tanggal 2 November 2020.

Sanksi yang bisa dikenakan meliputi penghentian sementara kegiatan, pembayaran denda administratif, dan paksaan pemerintah.Kebijakan ini menjadi instrumen penting bagi pemerintah untuk memastikan setiap aktivitas di kawasan hutan mematuhi peraturan yang ada.

Namun, undang-undang ini juga memberikan pengecualian khusus bagi masyarakat perorangan yang telah tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan selama minimal lima tahun, dengan luasan lahan yang tidak lebih dari lima hektar. Untuk kasus seperti ini, penyelesaiannya tidak melalui denda, melainkan melalui penataan kawasan hutan.

Pembentukan Satgas Khusus untuk Menertibkan Kawasan Hutan
Untuk mengawal penegakan hukum ini, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Pembentukan satgas ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 dan berada di bawah Kementerian Pertahanan.

Struktur kepemimpinan satgas ini sangat strategis, dengan Menteri Pertahanan sebagai Ketua, didampingi oleh Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri sebagai wakil. Jampidsus ditunjuk sebagai pelaksana, menunjukkan fokus pada aspek pidana dan perdata dalam penertiban ini.

Kehadiran satgas ini menunjukkan komitmen pemerintah yang serius dalam menertibkan kawasan hutan yang telah digunakan secara ilegal oleh berbagai pihak. Dengan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga negara, diharapkan penertiban ini dapat berjalan efektif dan memberikan efek jera yang signifikan.

Data dari Dinas ESDM Sultra menunjukkan bahwa meskipun menghadapi masalah hukum, PT Tiran mendapatkan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang cukup besar, yaitu 10.000.000 metrik ton dari Kementerian ESDM. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan ketat terhadap kegiatan perusahaan tambang, terutama yang berada di kawasan hutan.(Red/SO)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *