oleh

Salah Satu Polisi Polres Konawe Membangun Rumah Nenek Dari Hasil Tabungannya

-Lipsus-1,180 views

SultraOne, Konawe – Polisi berinisial M rela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk wanita tua di Konawe. M yang ditemui di Polres Konawe menceritakan Kepada awak media tentang Epong Nurhayati.

Epong Nurhayati, janda berumur sekitar 70 tahun hidup bersama anak laki lakinya, Kin berusia sekitar 45 tahun, di sebuah rumah  di Jalan Kuliasa, Kelurahan Puosu, Kecamatan Tongauna.

Pada tahun 2018, Epong kenal dengan seorang polisi yang enggan disebutkan namanya. Ia rela mengumpulkan sejumlah dana, menabung bahkan berhutang dan akhirnya rumah baru untuk Epong berdiri di awal tahun 2019.

Mak Epong sapaan akrab Epong Nurhayati, bersama keluarganya, merupakan warga transmigrasi dari Jawa tahun 1977. Pertama berdomisili di Moramo. Kemudian di tahun 1982, suaminya meninggal dunia. Dari hasil perkawinan itu, ia dikaruniai 3 orang anak, masing masing 2 anak laki laki dan satu anak perempuan.

Sejak suaminya meninggal dunia, mak Epong jadi tulang punggung keluarga. Ibu 3 anak itu bekerja sebagai buruh kasar cetak batu merah di Ranomeeto.

Kemudian pada tahun 1994 hingga saat ini, ia pindah ke Kelurahan Puuosu. Ditengah kehidupan yang sangat sulit itu, satu persatu ia mulai ditinggalkan anaknya.

Anak keduanya diasuh oleh Hj. Pattah di Sulawesi Selatan. Saat ini diketahui bahwa anaknya bekerja sebagai pegawai honorer di kantor pengairan Sengkang. Lalu anak perempuan mak Epong menikah dan pindah ke Kalimantan bersama suaminya yang saat ini diketahui bekerja sebagai buruh kelapa sawit.

Mak Epong kemudian hidup dengan anak sulungnya bernama Kin yang menderita sakit pada kemaluannya. Akibat penyakit tersebut, Kin tidak mampu bekerja. Mereka hidup dengan mengharapkan belas kasih dari masyarakat.

Suatu hari di awal bulan September 2018, M mendapat informasi dari Lurah bahwa ada seorang wanita tua hidup bersama anaknya.

Keesokan harinya M langsung mendatangi rumah mak Epong untuk memastikan informasi tersebut. Setibanya di rumah tersebut, diperhatikannya kondisi rumah mak Epong, atap dan dindingnya bocor di mana mana. Ia lalu bergegas ke dapur dan melihat mak Epong dan anaknya sedang makan sayur nangka rebus tanpa nasi.

M kembali berkunjung esoknya. Di dapur ia kembali melihat sayur nangka yang sama. M kemudian bertanya ke Mak Epong, selain nangka, apa yang dimakannya hari ini.

Demi menutupi kekurangannya, saat itu mak Epong menjawab bahwa ia makan nasi dengan sayur nangka, namun nasinya sudah habis. Padahal mereka hanya makan nangka saja, tidak ada yang lain.

M kemudian bergegas ke toko untuk membeli beras, mie instan, telur serta gula untuk mak Epong. Tak lupa juga diberikannya sejumlah uang untuk keperluan sehari hari.

Melihat kondisi tempat tinggal mak Epong,  M bertekad untuk memberikan bantuan lebih. Dengan mata berkaca kaca, M bertanya di mana tempat berlindung jika hujan turun.

“Saat itu mak Epong menjawab, tetap di dalam rumah sambil menutupi lubang atap yang bocor di mana mana dengan menggunakan daun atau benda lain. Saya hanya membayangkan kalau hujan turun malam hari, Mak Epong dan anaknya pasti tidak tidur nyenyak,” terangnya.

Kunjungan demi kunjungan, M bertekad untuk merehab rumah mak Epong. Awalnya, setiap menerima tunjangan operasional, tanpa sepengetahuan istri, diam diam ia ke toko untuk bayar titip seng atap rumah.

Selanjutnya uang arisan bhayangkari milik istri dipakainya untuk bayar titip seng. Ketika ditanya oleh istrinya, ia berkelit bahwa ia tidak pernah mengambil uang arisan itu. Semua itu dilakukannya demi sebuah misi membangun rumah untuk mak Epong.

“Saya lalu pelan pelan mengambil uang remonerasi. Selalu saya cicil sedikit demi sdikit dengan alasan beli bensin dan keperluan lain. Istri saya tidak pernah curiga. Saya bahkan sering pinjam uang ke bendahara intel dengan alasan ada kebutuhan mendadak,” ucapnya.

Kemudian saat ayahnya meninggal dunia, ia mendapat bantuan uang duka dari rekan seangkatan di instansi kepolisian, senilai 3 juta rupiah.

Setelah semua dana terkumpul, M lalu membeli kayu, bahan bahan rangka rumah, paku dan lain lain.

Beberapa hari kemudian, karena belum cukup, M mengambil uang tabungan untuk beli tripleks, termasuk ongkos gaji tukang yang diakuinya dibayar dengan harga tidak mahal.

Dalam proses pembangunan rumah mak Epong, M selalu mengecek tahap demi tahap pembangunan. Hingga pada akhirnya rumah tersebut selesai pada awal tahun 2019.

Laporan :Redaksi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *