SultraOne.Com, Opini – Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kabupaten Konawe yang akan di gelar pada 12 Desember 2019 mendatang rentan akan praktek jual beli suara (Money Politic).
Bagaimana tidak, dengan adanya anggaran dari pusat yang dikucurkan dengan jumlah ratusan juta Rupiah untuk pembangunan Desa melalui program Dana Desa (DD), menggiurkan banyak pihak untuk berkompetensi hanya untuk mengelola dana tersebut.
Jika dulu menjadi Kepala Desa hanya berharap bantuan dari program Pemerintah Daerah, kini menjadi Kepala Desa sangatlah berbeda dengan adanya Dana Desa seorang yang menjabat kepala desa dapat merencanakan dan mengelola secara mandiri kucuran dana dengan nominal uang yang fantastis.
Sangat menjadi wajar jika Pilkades bakal terjadi praktek jual beli suara, sebab dengan banyaknya jumlah anggaran yang akan dikelola saat menjabat, sudah pasti banyak orang akan habis-habisan mengeluarkan dana demi membeli suara untuk menang dalam kontestasi pemilihan.
Sehingga tak sedikit jumlahnya Kepala Desa yang tersandung Kasus Korupsi. Tercatat semenjak 2015 hingga 1 Januari 2019 sudah 900 Kepala Desa yang terjerat Kasus Korupsi Dana Desa (Tempo.Co) dengan jenis pelanggaran penyelewengan anggaran yang berbeda-beda, ada yang digunakan untuk menikah lagi, ada pula yang digunakan untuk membeli mobil mewah.
Bukankah pengawasan pengelolaan Dana Desa sudah begitu komplit? ya memang, mulai dari Pendamping Desa, Pemerintah Kecamatan, Inspektorat/Bawasda, BPD, Masyarakat sekitar dan lain sebagainya. Lalu kenapa masih diragukan? Karena semua sistem tersebut belumlah benar-benar bekerja. Contoh, adanya temuan yang dikeluarkan Inspektorat Provinsi tentang Desa yang tak memiliki wilayah Administrasi, Kemana Pendamping Desa? kemana tugas dan fungsi Camat atas Inspektorat/Bawasda Kabupaten? Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah kenapa masih ada oknum Kades yang berani melakukan praktek korupsi? Jawabannya adalah karna Cost Politic saat bertarung yang begitu besar dikeluarkan memaksa oknum untuk melakukan praktek korupsi.
Pilkades juga dijadikan alat untuk para petinggi Daerah untuk kepentingan politik Lima Tahunan, mengapa demikian? Sebab di Kabupaten Konawe hampir bisa dipastikan pemenangan Pilkada baik itu Pilbup maupun Pilgub masih besar pengaruhnya Kepala Desa dalam memenangkan pesta demokrasi.
Sudah menjadi tradisi masyarakat, tidak obyektif memilih figur dalam kontestasi, baik itu Pilkades maupun di Pilkada. Akhirnya yang terjadi sampai hari ini Kabupaten Konawe jauh tertinggal pembangunannya ketimbang beberapa Kabupaten yang lain, sebut saja Kabupaten Konawe Selatan yang baru-baru ini menyabet penghargaan pelayanan publik terbaik, sedangkan Konawe sebagai Kabupaten Induk masuk Zona merah dan hal tersebut sangatlah lazim terjadi sebab dalam perinsip dagang/ekonomi siapa pun yang mengeluarkan modal maka harus memikirkan pengembalian modalnya terlebih dahulu.
Sebagai masyarakat yang menginginkan kemajuan pembangunan diwilayah Perdesaan, Pilkades serentak ini seharusnya membentuk lembaga independen yang memiki wewenang mengawasi proses Pemilihan Kepala Desa agar tidak ada kecurangan dalam proses Pilkades tersebut.
Semoga saja asumsi yang saya utarakan ini tak menjadi sebuah kenyataan.
Penulis : Kamalludin
mantab