oleh

Warga Menyegel Kantor Bupati Konawe?

-Hukum, Konawe-5,741 views

SultraOne, Konawe – Sedikitnya puluhan warga Desa Besu, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe menggelar aksi unjuk rasa dan melakukan penyegelan Kantor Bupati Konawe dan Kantor DPRD Kabupaten Konawe. Kamis 18/Juli/2019.

Penyegelan tersebut dilakukan sebagai bentuk protes karena kesal dengan tingkah para pejabat pemerintah daerah kabupaten konawe, yang dinilai tidak mampu memberikan pelayanan publik dalam menyalurkan aspirasi.

Dalam tuntutannya warga mendesak Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Konawe dalam hal ini Institusi terkait, Dinas Pertambangan Provinsi , Badan Lingkungan Hidup Provinsi dan Balai Wilayah Sungai Wilayah IX Sulawesi Tenggara. Untuk mengeluarkan legal statement terhadap bahaya larangan melakukan penambangan.

Menurut keterangan salah satu warga terdampak, Daeng yang tergabung dalam massa aksi. Semenjak adanya aktivitas penambangan pasir di Desa Besu, rumah yang berada di sekitar area penambangan pasir banyak yang jatuh karena abrasi. Hingga saat ini terhitung 10 rumah yang sudah terkena dampak.

Warga Terdampak Kec. Morosi, Desa Besu

“Permintaan kami masyarakat desa Besu, agar dihentikan semua penambangan yang berada di sungai. Karena rumah yang ada di sana itu sudah jatuh, sudah ada lebih 10 rumah. Bukan retak lagi, tapi sudah jatuh. Kami sudah tidak punya lagi dapur di belakang. Sudah badan rumah yang ditempati memasak sekarang ini,” ujarnya Daeng dengan nada kesal.

Nonton Video Unjuk Rasa Warga Besu Mendesak Pemerintah Menghentikan Aktivitas Penambangan Pasir

Dalam wawancaranya, warga terdampak menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan yang diduga ilegal tersebut, sudah berlangsung tahunan tapi tidak ada yang berani untuk menghentikan.

Bahkan saat dirinya mencoba menghentikan, sekitar dua hari yang lalu (Rabu,17/Juli/2019), ia dilapor balik ke Pemerintah Desa bahwa dirinya melakukan pengancaman.

“Sudah bertahun-tahun tapi tidak pernah ada yang hentikan. Dan saya coba hentikan dua hari lalu, justru saya yang dilapor balik ke pak desa. Bahwa saya melanggar ini, mengadakan pengancaman-pengancaman,”keluhnya.

“Kami kesini agar keadilan itu betul-betul ditegakkan, kalau bisa diturunkan tim kesana, ke desa besu itu melihat secara langsung kejadian-kejadian yang ada disana itu. Jangan sampai kita dibilang mengada-ngada disini.” tambahnya.

Massa aksi yang dipimpin oleh Simpul Masyarakat Anti Korupsi dan Pemantauan Lingkungan Hidup (Simaklah) dan Lembaga Pemerhati Hak Asasi Manusia (Lepham) Kab. Konawe melalui pimpinan aksi sekaligus Ketua LSM Simaklah Imran Leru, mempertanyakan legal stunding Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 pasal 11, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan.

Ketua LSM Simpul Masyarakat Anti Korupsi & Pemantauan Lingkungan Hidup, Imran Leru, didampingi Oleh Ketua LSM Lembaga Pemerhati Hak Asasi Manusia, Jasmilu. S.Sos

Dimana regulasi pasal tersebut mengatur pemanfaatan atas dasar kebutuhan real bangsa saat ini, dan generasi mendatang dengan kaidah dan berwawasan lingkungan.

“Sesungguhnya penambangan tersebut telah melahirkan dampak-dampak langsung terhadap masyarakat di sana. Pertama, Fasilitas publik terancam jatuh. Kedua, Rumah penduduk sudah enam rumah yang jatuh. Lalu dimana saja pihak-pihak terkait hari ini,” ujar, Imran diselah-selah aksi demonstrasi.

Imran juga menyayangkan bahwa pemerintah lokal dan aparat penegak hukum yang berada di Kecamatan Morosi tidak pernah melakukan proses pencegahan. Menurutnya ada dugaan pembiaran, dan “kemungkinan” hasil pertambangan masuk ke dalam kantong pribadi, sehingga tak ada pencegahan.

“Kalau bicara delik aduan, artinya masyarakat berhak untuk melaporkan. Yang lebih ironis lagi bahwa pemerintah lokal di sana, aparat penegak hukum yang ada di sana, tidak pernah melakukan proses pencegahan tersebut. Seakan-akan melakukan pembiaran, ataukah mungkin hasil penambangan tersebut telah masuk di kantong kantong sehingga tak ada ruang untuk dilakukan pencegahan,” kata Imran.

Imran juga menyampaikan bahwa sebelum emosi warga memuncak dengan adanya aktivitas penambangan yang diduga ilegal yang bisa mengarah ke instabilitas lokal.

Diharapkan institusi terkait untuk sesegera mungkin melakukan pencegahan, tentu dengan tindakan real penyelesaian masalah. Bukan penyelesaian masalah sebatas konsep atau tekstual.

Laporan : Redaksi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *